Lee “SunBhie” Jong-jae keluhkan sistem kompetitif turnamen DOTA 2 dalam cuitan terbarunya. Menurut pelatih tim Fnatic tersebut, turnamen-turnamen kompetitif DOTA 2 kurang memberi porsi terhadap tim-tim menengah dan kecil. Ia menilai Valve perlu meninjau kembali wadah bagi para tim-tim tier 2 untuk berkembang menjadi lebih besar lagi.
Cuitan tersebut merupakan tanggapan dari tim tier 2 Europe, Vikin.gg yang baru-baru ini memenangkan turnamen minor. Tim yang baru berumur satu tahun tersebut memiliki komposisi tim yang cukup baik. Terbukti setelah memenangkan helatan The Summit 13 kemarin, mereka tampak mendominasi dalam turnamen EPIC League.
Menurut SunBhie, meroketnya tim tier 2 merupakan hal yang lumrah dalam game seperti DOTA 2 dan League of Legends. Bahkan, kampiun pagelaran LOL Worlds 2020 yang baru saja usai merupakan panjatan Tier 2, Damwon Gaming. Terakhir kali DOTA 2 dikagetkan atas gemilangnya tim kuda hitam terjadi kala Wings Gaming menjuarai The International 6.
This year’s World’s champs (LoL) were T2 division climbers. Wings-like story are still a common place in LoL. Theme here is talent development. @GGVikin is a proof there is talent that can be nurtured. But where is the infrastructure for such development.
— SunBhie (@SunBhieDota) November 14, 2020
Sepakat dengan SunBhie, talent perempuan asal Kanada Leah ‘Reinessa’ Blake menimpali argumen pelatih Fnatic tersebut. Menanggapi cuitannya, ia menambahkan buruknya ekosistem Valve dalam menjalankan turnamen. Menurutnya, DOTA 2 terlalu berfokus terhadap turnamen akbarnya, The International, sehingga mengabaikan skema kompetitif lokal.
Ia juga menyandingkan bagaimana bekerjanya turnamen kompetitif DOTA 2 dengan League of Legends. Ujarnya mudah saja bagi RIOT Games untuk menyediakan prizepool yang bombastis seperti The International. Namun, mereka lebih memilih untuk menjalankan sistem yang lebih ramah bagi segala pihak. Yakni memproduksi konten dan storyline yang lebih berkelanjutan sehingga para pegiat LOL mendapatkan upahnya.
So instead of investing basically all skin sales for 4-5 months into a single tournament (Valve) - Riot INSTEAD invests that money into an entire YEAR of tournaments, into production and storylines and making sure players are salaried. Into infrastructure &reliability for players
— Reinessa (@ReinessaGaming) November 15, 2020
League of Legend sendiri sudah konsisten menghadirkan turnamennya dalam beberapa liga regional seperti League of Legends Championship Series (LCS) di Region Amerika, League of Legends European Championship (LEC) di region Eropa, League of Legends Premiere League (LPL) di region Tiongkok, serta League Champions Korea (LCK) di region Korea.
Tingkat kasta liga tersebut juga dinilai baik oleh pundit kenamaan DOTA 2 Kyle Freedman. Menurut Kyle, jika para pro players DOTA 2 berimpian dapat berkompetisi di panggung The International, para pemain LOL hanya mampu bermimpi untuk dapat bermain di liga kasta tertinggi region mereka. Singgungan tersebut nampaknya cukup menyenggol perbandingan kualitas ekosistem pro-scene antar kedua game.
An NA player in Dota 2 dreams of winning TI.
— Kyle Freedman (@keepingitKyle) October 5, 2020
An NA player in LoL dreams... of making it to the LCS.
Whatever our flaws, I'll always appreciate the way the Dota 2 incentivizes true competition with a singular goal that unites us all - win the International. https://t.co/msu0fDHBLB
Jadi, apakah DOTA 2 perlu mempertahankan sistem third-parties-nya? Ataukah sebaiknya Valve mulai berpikir untuk menjiplak sistem liga yang RIOT pertahankan? Tulis pendapatmu ya Sobat Esports!
Upcoming Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Ongoing Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Video Pilihan | ||
---|---|---|
|
Solo MMR |
---|
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |