Ada tarian di balik duka, seperti itulah rivalitas dua MOBA raksaksa League of Legends dan DOTA 2. Keduanya tak henti-henti suarakan mereka adalah MOBA terbaik dan paling layak disebut pionir. Hingga tiba tamparan keras dari Asian Games 2018 yang lebih memilih League of Legends ketimbang DOTA 2.
Konon, pertimbangan pemilihan LOL dibanding DOTA 2 karena secara global pemain LOL lebih banyak peminat dari DOTA 2, benarkah? Apakah faktor tersebut membuat LOL lebih superior dari DOTA 2 dalam konteks kriteria Asian Games? Simak paparan Esports.ID, berikut ini.
Ya, memang LOL pecundangi DOTA 2 cukup telak soal urusan viewership dan player database. Berdasarkan tabel dari Esports Observer, terlihat jelas bahwa pada dua turnamen yang diselenggarakan oleh Riot dan Valve selaku empu-nya MOBA sejuta umat tersebut, LOL unggul.
Begitupun konten yang paling sering dikunjungi di kanal game favorit semisal Twitch.tv. Di medio 30 April – 6 Mei 2018, League of Legends lebih digemari dibanding DOTA 2. Tapi ada satu faktor yang menyebabkan LOL begitu superior, yakni database pemain yang juga besar!!!
Hingga saat ini, player LOL telah menyentuh angka 100 juta pemain di seluruh dunia, sementara DOTA 2 hanya mencapai sekitar 13 jutaan pemain yang aktif. Kalau menyoal jumlah, tentu ada beberapa alasan lain yang membuat orang berbondong-bondong memainkan LOL, beberapa di antaranya terpapar dalam bagan berikut.
Data tahun 2016 via UnrankedSmurfs
Jadi, ketika pihak komite seleksi dari Asian Games mengikutsertakan LOL daripada DOTA 2, hal ini masih bisa diterima. Menariknya, sekitar 25% dari jumlah pemain LOL berasal dari region Europe & Nordic East, serta NA. Sementara Korea mengikuti dengan persentase 6,44% dan tentu saja Cina yang menyumbang banyak pemain sebanyak 57%. Mengingat konteksnya adalah Asian Games, seberapa banyak pemain LOL yang jadi representasi Asia ikut andil pada hari-H nanti?
Source: Indonesiabaik.id
Dari total 45 negara peserta di Asian Games, hanya beberapa negara di luar anggota ASEAN yang familiar dengan League of Legends. Terutama karena sistem kompetisi franchise ala Riot yang secara eksklusif memberikan kewenangan kepada negara/server tertentu.
Di benua Asia, kita memiliki kompetisi seperti VCS/Vietnam Championship Series, negara SEA (Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan Indonesia) tergabung dalam GPL/Garena Premier League, LPL/League of Legends Pro League di Tiongkok, LJL/League of Legends Japan League untuk Jepang, LCK/League of Legends Championship Korea, dan League of Legends Master Series di Taiwan.
Kasarnya, hanya sekitar 12 negara yang benar-benar diketahui memiliki atmosfir League of Legends. Jadi dalam konteks Asian Games menjadi kurang ideal bila LOL mewakili seluruh Asia, karena faktanya tim yang dominan hanya Cina dan Korea.
Tidak diragukan lagi, figur pemain bintang cukup penting untuk urusan promosi, terutama di ajang seperti Asian Games. Perannya tentu mengajak anak muda berpartisipasi memberikan dukungan, bukan sekedar dari kalangan komunitas sehati tapi merangkul kelompok lain untuk bersama-sama ke Asian Games.
Memang keduanya belum banyak raih silverware di ajang internasional, tapi di level SEA dan Asia, tim DOTA 2 mulai banyak disegani bahkan untuk soal individu, sudah banyak yang mejeng di top leaderboard SEA bahkan menduduki nomer 1 dunia. Tentunya publik ingin melihat perwakilan tanah air bisa berbicara banyak ketika tiba saatnya Asian Games dimulai, kalau ujung-ujungnya jadi juru kunci lagi, mimpi memperlihatkan eSports sebagai olahraga digital baru bisa-bisa lebih banyak malunya dibanding bangganya.
Sebagai gelaran pesta olahraga, tak dapat dipungkiri bahkan di level Asian Games masih menyimpan kepentingan bisnis di dalamnya. Senada dengan gaung-gaung yang menyatakan menjadi atlet eSports bisa menjadi profesi baru kalangan milenials. Lalu bagaimana riuh turnamen dan penghasilan yang didapat oleh pemain kedua genre tersebut?
Berdasarkan data dari esportsearnings.com, pemain LOL di Indonesia dengan pendapatan terbanyak baru mencapai di angka $4.000-an, sementara atlet DOTA 2 di ranking ke-10 sudah berhasil kumpulkan jumlah pundi yang sama. Sistem franchise yang dimiliki LOL mungkin memang sustainable dan terencana dengan baik, untuk pemain sistem seperti ini menjanjikan stabilitas dan target-target yang terlihat di depan mata.
DOTA & LOL top players' earning via esportsearnings
Namun, bagaimana level kompetitif tim-tim di Asia, terutama SEA dan lebih spesifik lagi Indonesia? Mampukah mereka bersaing dalam sistem seperti ini? Butuh waktu bagi tim LOL tanah air bisa mengejar ketertinggalan level mereka dengan tim SEA, apalagi dunia. Tapi bagi investor, aspek penting dalam sistem franchise seperti turnamen LOL, hasil menjadi lebih krusial. Terus-terusan tuai hasil buruk dan gagal mengikuti turnamen yang tersedia akan berdampak buruk bagi bisnis.
Beda halnya dengan DOTA 2, walau telurkan lebih sedikit turnamen, tetapi turnamen ini beredar menyeluruh di penjuru dunia dan semua pihak bisa berkontribusi untuk menggelar turnamen. Itu mengapa peran komunitas dalam DOTA 2 sangat penting dan game ini bisa terus-terusan memecahkan rekor sebagai game dengan total hadiah game terbesar di dunia.
Source: esportsearnings.com
Tanpa harus menunggu investor atau membeli slot untuk bertanding di liga, sekelompok anak muda bisa membentuk tim, mengikuti variasi turnamen dengan segala jenjang dan membuktikan diri mereka sendiri dari nol bahwa mereka mampu taklukan dunia. Bagi investor dan penyelenggara pun, mereka bisa menentukan arah investasi dan target bisnis sendiri ketika menyelenggarakan turnamen DOTA 2.
Itulah mengapa DOTA 2 sama layaknya dengan LOL untuk ikut serta dalam Asian Games.
Artikel ini hanya opini yang disajikan dengan data-data pendukung untuk memperkuat argumen dan tak bermaksud mengubah pendirian seseorang atau kelompok selain memberikan informasi seputar serba-serbi Asian Games 2018. Menurut sobat eSports, adakah alasan lain mengapa DOTA 2 lebih layak mengikuti Asian Games, atau LOL sudah jadi pilihan tepat?
Upcoming Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Ongoing Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Video Pilihan | ||
---|---|---|
|
Solo MMR |
---|
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
Artikel ini cukup menarik perhatian saya karena saya player dari ke-2 game tersebut. Menurut saya, isi artikel ini lebih ke, si penulis sedang "mengeluh" mengapa "game dia" (DOTA2) tidak di ikutsertakan dalam Asian games, (saya menyimpulkan begini karena tulisan nya lebih pro ke DOTA2 daripada ke LOL. Faktanya ini pertandingan di ASIA, bukan hanya untuk Indonesia, jadi pasti banyak pertimbangan yang perlu di perhatikan bukan menilik hanya dari Indonesia saja, Untuk soal prestasi, di kedua game pun, perwakilan indonesia sama saja kok, beda di earning nya saja, prestasi internasional dari tim besar di indonesia belum ada yang memuaskan, jika earning yang hanya di pikirkan, berarti anda salah besar, karena mental dan semangat yang perlu di bangun untuk seorang atlit/tim E-Sport Indonesia. Intinya dari panitia ASIAN GAMES 2018 pasti telah menentukan dengan segala parameter untuk memilih game mana yang lebih baik untuk dijadikan ajang bertanding se-ASIA. Kita hanya tinggal menikmati saja,