Hidup di industri esports sebagai pemain hanya terbayarkan bila ukir prestasi. Setidaknya bisa mendominasi kancah lokal, namun akan lebih memuaskan lagi bila punya nama di mata dunia.
Lalu apa yang terjadi pada bakat-bakat baru atau pemain yang punya mimpi menjadi juara? Berhenti, dan kubur mimpi? Refleksi realita dari kehidupan profesional atlet DOTA 2 sedang menjadi sorotan. Belum lama ini, kabar kalau Forward Gaming membubarkan timnya selang pengumuman lolos ke The International 2019 ramai dibahas.
I regret to announce that Forward Gaming ceases to exist.
— David Dashtoyan (@TheDashtoyan) July 21, 2019
Read: https://t.co/uraZA6gDr6
Padahal TI9 menawarkan hadiah fantastis, $30 Juta USD!!! Anggaplah Forward Gaming cuma berhasil finish di urutan terakhir dengan pembagian hadiah sekitar 0,25% dari prize pool. Berarti Forward Gaming 'cuman' mendapatkan hadiah sekitar $75.000 USD. Itu sejatinya sudah cukup menutupi hutang yang dimiliki Forward Gaming kepada pemain yang kabarnya mencapai nominal $36.000 USD.
Lebih jauh ke belakang, mantan offlaner tim OG dan Tigers, MoonMeander juga bercerita kalau tim Tigers belum membayar uang kemenangan dari DreamLeague Minor dan Kuala Lumpur Major. Dia juga kena poleng oleh GESC di musim sebelumnya. Realita seperti itulah yang terjadi pada pemain tier 2 dan tier 3. Banyak penyelenggara yang entah kenapa menahan duit kemenangan mereka.
That concludes my run this season. Tigers Org has not paid for minor win + KL Major, season before that I also got scammed with GESC. $0 from 2 years of playing in DPC Tournaments. Tough times to be a Dota 2 professional if you aren't on top. Sorry to all my fans, GL to the rest
— David Tan (@MoonMeanderated) July 14, 2019
Bagaimana pun, ada masalah dalam sistem kompetisi DOTA 2. Walau The International menyajikan prestis tiada dua, namun para pencari rezeki di jalur ini berdarah-darah menghidupi diri mereka. Tiap kualifikasi adalah resiko, lolos ke satu fase tak berarti sukses kalau tak sampai di puncak.
Chessie, midlaner dari The Final Tribe mengungkap hal serupa. Menghabiskan masa mudanya berkompetisi di ranah DOTA 2, dia telah sampai pada titik di mana keuangan menjadi makin sulit seiring tim-tim penantang bermunculan sementara tim-tim top nyaman di posisinya.
Format Pro Circuit tahun ini yang tak mengadakan direct invite seakan membuka kesempatan bagi tim mana pun lolos ke TI9. Nyatanya, Valve mengadu domba tim tier 1 melawan tier 2 & 3 dalam satu kolam, membuka kesempatan bagi tim top untuk lolos andaikata mereka melewatkan poin Pro Circuit.
Chessie khawatir format turnamen saat ini lama-kelamaan akan membunuh kompetisi DOTA 2 dengan sendirinya. Tanpa tim penantang, gairah turnamen tak nyata. Bila hanya tim segelintir tier 1 yang beradu tiap minggu, ada saatnya seseorang tersingkir dan kompetisi tak bisa berjalan lagi karena tak cukup peserta.
Apa yang diharapkan dari Valve adalah untuk mendukung tim tier 2-3 dengan dukungan finansial. Sebuah jaminan kalau kompetisi DOTA 2 mampu menafkahi secukupnya. Manusia-manusia yang telah berkorban waktu dan tenaga untuk sesuatu yang mereka cinta. TI9 memiliki total hadiah yang begitu besar. Komunitas DOTA 2 begitu solid dan selalu sedia menyumbang demi kehidupan DOTA 2 itu sendiri.
30 million reasons for @dota2 fans to celebrate in August 2019
— David Gorman (@LDeeep) July 21, 2019
I just hope we have a reason to care again before August 2020
Entah bagaimana cara Valve untuk menunjuang kehidupan para pemain, tim, dan kelangsungan DOTA 2 itu sebagai sebuah esports. Namun yang pasti, bila format seperti ini terus belanjut di tahun berikutnya, mungkin tak akan ada lagi The International untuk dinanti...
Di Indonesia pun sudah tidak bisa dipungkiri, gairah DOTA 2 menurun. Banyak organisasi membubarkan divisinya, walau mereka beralih ke perangkat mobile. Namun atlet-atlet tersebut tidak dimutasi melainkan orang yang berbeda. Tentu kita ingin ada wakil nasional yang berhasil tembus TI. Tapi itu semua takkan terwujud tanpa persaingan dan kompetisi yang hidup di Indonesia.
Bila tidak ada pemain yang tergerak untuk mencoba jadi profesional, setidaknya jaminan karir profesional tidaklah beresiko besar sehingga bisa mendorong lebih banyak pemain untuk terjun. Apakah turnamen DOTA 2 ataupun gelaran esports yang ada selama ini salah arah, Sobat Esports?
Upcoming Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Ongoing Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Video Pilihan | ||
---|---|---|
|
Solo MMR |
---|
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |