Esports

[OPINI] Fighting Genre eSports, Bisakah Sepopuler MOBA atau FPS?

Billy Rifki
22/10/2017 15:19 WIB
[OPINI] Fighting Genre eSports, Bisakah Sepopuler MOBA atau FPS?
Google Images

Olahraga tradisional baik yang mengandalkan fisik atau pikiran memiliki banyak cabang dan jenisnya, begitu pula eSports dengan variasi game dan genre untuk dipertandingkan. Namun beberapa diantaranya lebih mencuat dikarenakan jumlah penonton dan penggemar yang lebih banyak atau dengan kata lain lebih populer. Bagi beberapa orang mungkin akan beranggapan bahwa eSports itu hanya MOBA dikarenakan pemberitaan yang cukup masif tentang The International untuk DOTA 2 atau World Championship untuk League of Legends. Selebihnya juga mengetahui bahwa  ada cabang eSports lain seperti FPS, RTS, Racing, termasuk pula Fighting, tapi sayangnya tidak terlalu menaruh perhatian besar terhadap genre tersebut.

Salah satu genre eSports yang sebenarnya cukup digemari seluruh penggila game termasuk di Indonesia adalah Fighting. Sebelum berkembangnya eSports seperti sekarang, game-game fighting memiliki daya tarik yang cukup tinggi bagi gamer khususnya pengguna konsol ataupun pecinta arcade games. Game seperti Tekken, Street Fighter, Bloody Roar, Mortal Kombat, Digimon Battle dan lain-lain merupakan simbol popularitas game fighting yang hingga sekarang masih menimbulkan rasa penasaran orang untuk bermain lagi. Meskipun memiliki gameplay yang mudah dimana kita sebagai pemain hanya harus bertarung melawan pemain lain, tiap game fighting memiliki karakteristik dan cerita yang berbeda sehingga membuat pemain merasa tiap-tiap game fighting itu unik satu sama lainnya.

Saat ini, turnamen-turnamen bertema fighting games masih tetap diadakan dalam skala cukup besar seperti DreamHack Denver 2017 atau EVO 2017 di Las Vegas, namun popularitas dari fighting games nampaknya belum cukup untuk menggeser dominasi MOBA maupun FPS. Untuk membuat fighting semakin populer, pihak penyelenggara maupun developer game harus melakukan pengenalan yang lebih bertahap kepada penggiat eSport baru bahwa genre Fighting juga menawarkan kesempatan dan keseruan yang sama layaknya genre populer lainnya.

Tahapan untuk mempopulerkan fighting game pun akan butuh waktu untuk mampu menarik minat gamer dikarenakan ; 1. Jumlah tournament yang sedikit, 2. Prize pool yang kurang menggiurkan, 3. Berkurangnya gamer yang bermain console game khususnya di wilayah SEA seperti Indonesia. Jumlah turnamen untuk genre MOBA maupun FPS saat ini sudah mencapai 799 turnamen untuk DOTA 2 diikuti oleh 2117 pemain, sekitar 1919 turnamen untuk LoL diikuti 4994 pemain, sebanyak 2721 turnamen untuk CS:GO diikuti lebih dari 8000 pemain. DOTA 2 telah menghadiahkan para profesionalnya dengan hadiah uang sebanyak $127 juta dolar. Sementara untuk fighting games, posisi teratas dipegang oleh Super Smash Bros. Melee dengan 2203 turnamen melibatkan 1511 pemain dengan total hadiah baru mencapai $2 juta dolar lebih sedikit.

Di Indonesia, kepopuleran fighting games lagi-lagi tertutupi karena sejumlah tempat rental konsol seperti Playstation kebanyakan mengangkat turnamen sepakbola seperti FIFA atau PES yang sudah dari dulu menjadi favorit banyak orang. Jenjang turnamennya pun cukup bertahap mulai dari yang kecil di kampung-kampung hingga ajang besar di berbagai mall besar. Seiring berjalannya waktu masyarakat meninggalkan rental dan mengalihkan keinginan bermain sekaligus berkompetisi dalam permainan yang mendukung mobilitas mereka, simple namun tetap kompetitif itulah keunggulan dari mobile games yang sekarang sedang populer.

Meskipun fighting games saat ini kurang populer, namun jenis game ini memiliki banyak sisi-sisi seru yang membuatnya tidak kalah dibandingkan MOBA atau FPS. Game Fighting akan selalu menjadi opsi menarik bagi penggemar eSports karena sensasi untuk beradu skill dalam waktu singkat, menunjukan kepiawaian dalam membaca gerakan musuh serta kecepatan tangan melancarkan kombo-kombo maut dijamin selalu membuat heboh orang-orang yang menyaksikan.