Pelecehan Seksual dan Stereotip Dalam Esports, Luka yang Belum Terobati

Rendy Lim
29/12/2017 09:00 WIB
Pelecehan Seksual dan Stereotip Dalam Esports, Luka yang Belum Terobati
Google Images

Bicara soal partisipan dan jumlah pemenang turnamen eSports, perempuan memang masih kalah dari gamer pria. Sehingga wajar bila pengguna layanan streaming game favorit masa kini, Twitch, didominasi pula oleh gender laki-laki, hingga kisaran 95% dari total penggunanya. Sangat langka dan jarang terekspos manakala gamer cewek melakukan streaming, dan kalaupun ada biasanya kena bully atau perlakuan kasar. Tanya kenapa?

Dominasi laki-laki dalam eSports bukan berarti tidak ada peran perempuan loh! Menurut data Entertainment Software Association, perempuan dewasa mencapai 30%  dari keseluruhan populasi gamer, dimana jumlah ini lebih banyak dibandingkan laki-laki di bawah 18 tahun yang bermain game. Riset dari Nielsen juga memberikan data bahwa hampir 30% fans eSports adalah perempuan.

Dengan tren jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya, harus ada dukungan serta melakukan ragam upaya pencegahan terhadap aksi pelecehan seksual baik secara fisik ataupun verbal kepada komunitas gamer cewek. Jangan sampai terjadi lagi stereotip yang membeda-bedakan atau menghalangi peran wanita dalam berkiprah di industri eSports.

Beberapa kasus pelecehan seksual ataupun pengelompokkan berdasarkan gender banyak menimpa wanita yang terjun dalam dunia eSports, dan salah satunya adalah Eliose. Pro player Heartstone yang saat ini berada di tim Tempo Storm memaparkan bagaimana bedanya komunitas bersikap terhadap dirinya sebagai sosok gamer wanita.

“Di luar Cina, sebagian besar orang akan menghormatiku sebagai perempuan, tapi mereka menolakku menjadi gamer wanita. Kebalikannya dengan di sini (Cina - red), orang-orang malah respect dengan gamer wanita namun sering melecehkan kodrat wanita," ungkap Eliose, via wawancaranya dengan PC Gamer. “Di Cina, mereka benci perempuan, dengan berolok-olok bahwa kami ‘ugly and fat’ atau hal jahat lainnya setiap kali berbicara tentang diriku, anehnya mereka juga bilang aku adalah player yang hebat. Berbeda dengan di barat, yang bilang saya imut tapi tidak bisa bermain".

Pro player perempuan dari Heartstone lainnya yang cukup terkenal, Rumay ‘Hafu’ Wang, juga mendapatkan banyak perlakuan kasar dan menjurus ke pelecehan seksual. Mulai dari cibiran dan umpatan selama dirinya live streaming, kemudian rumor tentang kisah cintanya yang tersebar di blog gaming, sampai pernah melawan tim yang menamakan dirinya, ‘Gonna Rape Hafu At Regionals’ saat dirinya mengikuti kompetisi pada umur 17 tahun.

Hafu mengaku sangat stres menanggapi pelecehan verbal yang terus dialaminya setiap hari. Pengikutnya di Twitch pun bertambah tapi hanya untuk ikut-ikutan menghinanya dengan kata-kata seperti 'Stupid Whore Chink'. Kian pedih baginya karena dia melakukan streaming adalah untuk nafkah hidupnya sehari-hari.

Sampai akhirnya, Hafu kini mempertanyakan masa depan eSports tanpa kehadiran peran wanita di dalamnya dengan perilaku komunitas cenderung menjatuhkan mental bahkan sebelum membuktikan kemampuannya dalam suatu kompetisi. Hafu hanya ingin komunitas terlebih dahulu mengenalnya dalam permainan, namun jika 70.000 orang yang menonton live streaming dirinya hanya komen-komen negatif dan tidak konstruktif, buat apalagi dia berkompetisi?

Sejauh ini, sampai penghujung tahun 2017, pelecehan seksual menjadi masalah yang mendapatkan soroton publik pada industri eSports. Bulan Oktober lalu, jurnalis salah satu media eSports menuliskan pengalamannya tentang aksi pelecehan yang diterimanya. Bulan selanjutnya, NRG Esports, pemilik tim San Francisco Shock yang merupakan peserta Overwatch League telah memecat manajer Esports-nya, Max Bateman, setelah sexual assault yang dilakukan kepada Twitch streamer, Dezaray Luna.

Perempuan berprestasi dalam turnamen eSports kadang diasosiasikan sebagai kecurangan atau ‘menggunakan tubuhnya untuk menang’. Stereotip yang beredar pada dunia eSports yakni wanita lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki. Sebenarnya hal ini tidak sepenuhnya benar dan sudah dibuktikan melalui hasil penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Computer-Mediated Communication, yang menegaskan bahwa dampak stereotip demikian akan berdampak pada partisipasi mereka dalam turnamen yang tidak setara.

Hal ini sudah seharusnya dibicarakan dengan jelas pada semua komunitas eSports bahwa pelecehan seksual dan stereotip gender perempuan dalam dunia eSports hanya akan membuat industri ini tidak berkembang ke arah yang lebih baik. Seharusnya masalah seperti ini dapat ditanggapi dengan kritis oleh pihak yang berwenang, serta keberanian perempuan untuk mengungkapkan masalahnya ke publik, ditambah dengan perilaku laki-laki yang harus lebih bisa menghargai perempuan sebagai bagian dari komunitas eSports itu sendiri.