Esports

Tanggapan Figur Esports Soal Karir Joki di Game, Halal atau Haram?

Billy Rifki
21/07/2020 16:51 WIB
Tanggapan Figur Esports Soal Karir Joki di Game, Halal atau Haram?
Esports.ID Interview

Joki bukanlah aspek baru dalam dunia game kompetitif. Industri esports tak lepas dari kiprah para penjoki yang meraup keuntungan buah dari skill dan kemampuan mereka memenangkan game yang mungkin sulit dilakukan oleh pemain biasa.

Ada kalangan yang menilai joki adalah profesi terlarang karena merugikan pemain lain. Ada juga yang melihat joki sebagai sebuah jawaban atas problema gamer yang tak punya waktu bermain game namun perlu predikat mumpuni demi kebutuhan karir, sosial dan lain sebagainya.


Gerry Eka. Source: GGWP.ID

Membahas soal joki, Esports.ID membahas perihal ini kepada empat narasumber yang sudah berkecimpung lama di dunia esports. Ada Gerry Eka, sosok host, presenter, caster, MC esports papan atas, Muhammad Akbar Priono alias Acil alias Uncanny seorang jurnalis esports, caster sensasional Adji Sven serta talent baru mantan orang penting di Moonton yakni Ko Lius Andre.

Mereka punya pengalaman tersendiri soal joki. Gerry Eka menceritakan pengalaman masa lalunya ketika menyewa jasa penjoki untuk game-game RPG. Kemudian, joki beralih istilah menjadi boosting ketika masuk dunia esports. Scene Arena of Valor jadi eksample paling nyata yang ia tahu marak aktivitas perjokian. Tujuannya macam-macam, ada yang ingin winrate tinggi, ada yang mau mencapai rank spesifik dan lain sebagainya. Tentunya, joki tak muncul sedari AoV saja, sejarahnya jauh lebih panjang dari itu.


Adji Sven. Source: Google

Menurut Adji Sven, kehadiran joki malah buah kebutuhan gamer yang memerlukan bantuan lewat keistimewaan ekonomi yang ia miliki. Ada player yang tak punya waktu untuk main terus-terusan, namun ia punya uang untuk menyewa joki agar akun gamenya tetap relevan. Alasannya mereka pun bervariasi, ada yang malu ditongkrongan kalau punya rank rendah, ada yang menggunakan joki untuk keperluan kerja mereka di bidang esports asalkan penggunaan joki tidak masuk ke ranah profesional atau kompetisi.

Berbeda dengan Acil Uncanny yang berpandangan kalau joki bukan tindakan yang baik untuk ekosistem esports, apapun alasannya. Banyak pemain baru yang pesimis memulai game ketika berhadapan dengan penjoki. Meski berupa asumsi benar tidaknya seseorang bertemu dengan penjoki atau hanya pemain yang kebetulan jago, perbedaan skill yang mereka alami sangat kentara jauh. Akhirnya, banyak pemain yang meninggalkan game tertentu karena menjamurnya penjoki.


Akbar Acil "Uncanny". Source: Facebook

Ko Lius turut menanggapi problema joki, terlebih Moonton belum lama mengeluarkan kebijakan melarang karir joki untuk pemain yang berkiprah di MPL. Rancangan peraturan tersebut diakuinya dibahas saat ia masih menjabat sebagai esports manager di Moonton, atas dasar keluhan para owner tim. Banyak pemiliki tim yang merasa aktivitas joki membuat pemain mereka kurang fokus menjalani kompetisi. Karena banyak efek negatifnya, Moonton pun melarang perjokian dan penjualan Diamond.

Fakta mengejutkan, Ko Lius menyebutkan kalau joki cukup menguntungkan sebagai sampingan. Bahkan ada yang meraup omset 1 juta Rupiah tiap minggunya. Dengan tekanan pekerjaan yang jauh lebih ringan ketimbang jadi pro player serta waktu kerja lebih fleksibel, tak heran kalau karir joki sulit diabaikan.

Lalu, mengapa seseorang memilih karir penjoki? Menurut Adji, penjoki ini adalah orang-orang yang punya skill selevel dengan pemain profesional. Mereka sudah sangat dekat dengan hingar bingar turnamen resmi namun gagal menembus persaingan karena berbagai faktor.


Ko Lius Andre. Source: Google

Ada pemain yang mandek karir pronya karena tak cocok dengan tim atau rekannya. Ada pula yang tergiur karena keuntungan yang lebih pasti. Penjoki dibayar sesuai perjanjian dengan konsumen dan mendapat penghasilan hari itu juga. Sedangkan karir pro player butuh waktu lebih panjang karena semua keuntungan tergantung keberhasilan turnamen yang mereka jalani. Walau, mereka mendapatkan gaji perbulan sebagai jaminan, tentu tak ada salahnya menambah pendapatan dengan karir joki sebagai alternatif paling memungkinkan.

Sampai saat ini, belum ada kebijakan eksplisit yang melarang joki game esports di Indonesia . Ko Lius menyebutkan peraturan yang tertera pada game tertentu hanya melarang memindahtangankan akun ke orang lain karena beresiko tinggi di retas. Moonton pun enggan meladeni player yang bermasalah dengan login akun apabila pernah ketahuan berurusan dengan joki. Terkait kebijakan baru MPL pun, Gerry Eka merasa peraturan tersebut belum terlalu tegas melarang joki, karena ada celah yang memungkinkan penjoki tetap "berjualan" hanya dengan berganti alias yang tidak terdaftar di database turnamen MPL.

Bagaimana solusinya? Apakah joki bisa diberantas atau komunitas harus hidup berdamai dengan kehadiran joki di dunia esports? Kupas tuntas masalah joki bisa sobat Esports saksikan selengkapnya di Dilema Esports episode 5 di kanal Youtube Esports.ID. Bagaimana pendapat kalian soal joki di game esports? Apakah profesi ini halal atau haram?