Bagi penonton setia DOTA 2, pasti menyadari bahwa dalam sebuah tim akan ada seorang kapten yang bertugas memimpin rekannya baik dalam in-game, ataupun saat proses drafting.
Hal lumrah jika penonton akan menganggap bahwa peran core lebih mumpuni dalam soal skill, tapi untuk urusan memimpin, skill saja bisa dipastikan tidak cukup.
Transisi Kapten dari Pemain Core ke Support Makin Dominan. (Source: JoinDota)
Ibarat tim sepakbola di mana sosok striker akan selalu jadi bintang lapangan sementara kapten tim berperan mendukung aspek strategis dan mentalitas pemain selalu terjaga. Itulah mengapa role support lebih sesuai menjadi kapten dibandingkan pemain core.
Pada masa hingar-bingar DotA original, tren kapten untuk carry atau mid masih cukup marak. Sampai awal iterasi The International sebagai puncak turnamen terbesar DOTA 2 juga menunjukan tren carry/mid sebagai kapten masih berlanjut.
Namun semua berubah ketika kapten legendaris EHOME, Zou "820"Yitian memutuskan berpindah role dari carry menjadi support. Sontak EHOME mendominasi scene DOTA sampai tim-tim lain mulai tiru langkahnya.
Apa yang membuat hal ini berbeda, dan mengapa seorang support akan menjalani peran kapten lebih baik dari seorang carry? Tentu memiliki visi yang baik akan sangat menentukan, terutama dalam fase drafting. Namun yang juga jadi algoritma penting dalam menentukan drafting adalah tahap-tahap permainan. Seorang kapten harus memvisualisasikan bagaimana jalannya early game, transisi di mid game hingga potensi late game yang baik, sehingga proses ini membutuhkan fokus yang sungguh cermat.
Seorang carry dan mid, akan sangat terpaku di awal game dengan last hit, memenangkan lane, atau hal-hal micro lainnya. Sementara support memiliki tugas untuk mengawasi lane, memberi bantuan ke tiap core sehingga mereka memiliki momentum untuk mengambil keputusan terutama di awal game.
Meski di era DOTA 2 dewasa ini, peran pengambil keputusan bisa berpindah dari kapten support di awal game kemudian diteruskan oleh sang carry/ mid pada fase akhir permainan agar menjadi lebih agresif tergantung pada situasi sang carry atau mid.
Faktor penting lainnya adalah pengalaman. Pemain paling berpengalaman cenderung lebih mungkin mengemban tugas support. Bukan soal lamanya waktu bermain tapi seberapa mampu dia menghadapi berbagai situasi dalam masa profesionalnya. Ambil contoh BigDaddyNotail dari OG yang sudah malang melintang dalam kompetisi DOTA 2. Dimulai dari game Heroes of Newerth sebagai pemain mid, lalu jadi carry di OG, dia membuktikan dirinya mampu beradaptasi dengan kebutuhan tim, hingga sekarang menjadi support dan membawa OG menjuarai The International 8.
Kuroky, kapten dari Liquid adalah salah satu pemimpin yang disegani. Dia juga seorang carry sebelum memutuskan untuk bertransisi full menjadi seorang support sekaligus leader dari Miracle- cs. Pengalamannya sebagai carry membantunya untuk pahami dukungan apa yang diperlukan oleh carry/mid di awal game sehingga pemain bintang di timnya bisa bersinar tepat waktu.
Dengan pengalaman tersebut, tak cuma dia bisa memahami jalannya pertandingan dengan baik, namun kapten-kapten tersebut bisa membimbing bakat-bakat muda yang mereka temukan menjadi lebih matang serta santai menghadapi partai-partai besar. Ambil contoh Ana, Topson, dan tentunya Miracle yang berhasil ditemukan oleh kedua kapten hebat tersebut.
Menurutmu, cocoknya kapten itu dipegang carry atau support ya?
Upcoming Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Ongoing Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Video Pilihan | ||
---|---|---|
|
Solo MMR |
---|
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |
This leaderboard is currently unavailable. |