Sorot Polemik Tibold Pelatih Timnas ML Secara Jernih

Billy Rifki
19/09/2019 14:26 WIB
Sorot Polemik Tibold Pelatih Timnas ML Secara Jernih
Esports.ID, Instagram

Komunitas Mobile Legends lagi seru-serunya membahas drama esports Jeremy "Tibold" Yulianto, sang pelatih timnas yang dikabarkan rangkap jabatan jadi pelatih ONIC.

Atas rumor itu, netizen menimbulkan reaksi pro kontra. Ada yang menentang, namun tidak sedikit pula beri dukungan, sementara sisanya hanya bersikap apati atau cuek saja. Reaksi negatif lebih bermuara pada minim informasi kejelasan dari pihak terkait, baik Tibold maupun unsur-unsur yang punya kewenangan di timnas esports menuju SEA Games 2019, khususnya cabang Mobile Legends.

Baru kemarin (18/9), akhirnya lebih banyak pihak bersuara terkait isu ini. Satu kubu masih menunggu bukti-bukti lebih lanjut, karena bila hanya menyorot momen saat Tibold menonton laga ONIC melawan EVOS di MPL S4 yang terhitung wajar sebagai bagian dari pemantauan pelatih terhadap pemain binaannya di timnas.

Erick Herlangga, selaku salah satu dewan perwakilan IESPA yang memilih Tibold jadi pelatih timnas, memberi pernyataan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Esports Manager Moonton Indonesia, Lius Andre dan Justin Widjaja, manajer dari tim ONIC.

Dia menegaskan bahwa pelatih yang terdaftar di ONIC Esports bernama Levin. Selain itu, statement yang datang langsung dari "orangnya" jauh lebih kompeten dan bisa dipercaya ketimbang koaran netizen yang berpotensi memecah-belah timnas.

Nada serupa dikeluarkan oleh Justin Widjaja via instagramnya. Dia memastikan sekali lagi bahwa kehadiran Tibold di kursi ONIC saat itu merupakan bagian tugas pelatih timnas untuk memantau para pemainnya. 

Sampai-sampai kehadiran Tibold dianalogikan dengan sepakbola luar negeri. Salahkah pelatih tim lain yang datang untuk memantau pemain incarannya? Apakah termasuk perbuatan tidak etis bila pelatih baru yang diisukan akan dikontrak musim kompetisi selanjutnya datang menonton langsung pemain dari tim peminat? Seharusnya tidak segempar ini sih, tokh dia punya hak untuk menonton baik dalam kapasitas pelatih timnas ataupun calon juru taktik di musim berikutnya.

Lantas, berbicara profesionalitas dan hal etis atau tak etis, belum ada keterangan resmi yang menetapkan Tibold menjadi bagian keluarga dari ONIC. Landasan yang dipakai sebagai pembenaran masih bersifat asumsi namun terus berkembang dengan banyak asumsi baru yang juga belum final.

Analogi Sepakbola

Kalau memang merangkap jabatan pelatih itu tak baik bagi tim dan negara, mari kita analogikan lagi dengan kasus di sepakbola. Tapi, kali ini tak jauh-jauh, ambil contoh di tanah air saja.

Ada beberapa pelatih yang direkrut untuk melatih timnas, padahal mereka sedang mengasuh klub Indonesia. Seperti Benny Dollo yang ditugasi nyambi jadi pelatih timnas per Februari 2015 silam, sekaligus menukangi Sriwijaya FC. Kala itu, Bendol sukses mengantar Sriwjaya menjadi runner-up Piala Presiden dan juara 1 di Piala Gubernur Sumsel.


Salah penulisan pelatih ONIC yang juga memicu kegusaran

Ada lagi, coach legendaris Jacksen F. Tiago asal Brazil, yang terkenal lewat kiprahnya di Persipura. Dia mampu mempersembahkan tiga gelar Liga Super Indonesia untuk Persipura Jayapura sebelum hengkang ke Penang FC di tahun 2014. Tahun berikutnya, dia pun menukangi timnas kualifikasi Piala Dunia usai keberhasilannya mempromosikan Penang FC ke liga utama Malaysia. Sayangnya, baik Jacksen maupun coach timnas Indonesia saat itu, Rahmad Darmawan, tak mampu mengantar timnas masing-masing negara lolos.

Dari dua kasus pelatih rangkap jabatan di atas. Mereka semua kurang bersinar di timnas karena ditunjuk saat keadaan mepet. Misalnya, coach Jacksen yang tak memiliki waktu persiapan cukup untuk menggodok timnas, namun sudah harus bertanding lawan musuh kuat seperti Cina dan Irak.

Faktanya, aturan melarang pelatih timnas rangkap jabatan sudah ditetapkan sebelum itu. Catatan penulis, di tahun 2013, setelah penunjukkan coach Jacksen dan RD yang saat itu menukangi Persipura dan Arema, maka di tahun selanjutnya tak boleh lagi ada dualisme jabatan. Namun, negara membutuhkan mereka di saat itu sehingga larangan tersebut pun dihiraukan. Lalu, pada tahun 2019, keputusan ini dihembuskan lagi, namun belum jelas apakah bakal ada peraturan yang memperkuatnya dari PSSI soal pelatih rangkap jabatan.

Bagaimana dengan kasus Tibold dan ONIC? Sebagai tim serba juara, ONIC memang menunjukkan performa yang kurang stabil belakangan ini, tapi apakah harus sampai terburu-buru menarik Tibold jadi pelatih baru?  Padahal secara trek perjalanan juaranya, ONIC malah tanpa bimbingan pelatih profesional. Cukup logis?

Dari kacamata pelatih, partai ONIC melawan EVOS kemarin mungkin sama kelasnya dengan pertandingan antara Manchester United kontra Liverpool. Kedua tim adalah penyumbang pemain terbanyak untuk timnas. Melihat gaya main kedua tim yang berbeda tentu membantu Tibold memetakan strategi terbaik bila ingin memutuskan pemain mana yang ingin dia mainkan nantinya.

Semoga pergunjingan di antara komunitas Mobile Legends bisa berhenti usai klarifikasi pihak yang punya hajat. Terlepas dari penilaian pribadi apakah drama pelatih timnas ini masuk akal atau tidak, perlu dicatat bahwa belum ada statement resmi yang memuat informasi keabsahan Tibold sebagai pelatih ONIC. Paling penting saat ini adalah bersama-sama mendukung persaingan ML yang sehat sehingga atlet-atlet Indonesia bisa mengharumkan nama bangsa di event internasional.