Sempat Tak Direstui Orang Tua, 5 Gamer Pro Ini Buktikan dengan Prestasi

Rendy Lim
08/01/2018 14:28 WIB
Sempat Tak Direstui Orang Tua, 5 Gamer Pro Ini Buktikan dengan Prestasi
Google Images

Saat ini, dalam era serba digital, kamu bisa saja mendapatkan hadiah hingga milyaran rupiah dengan hanya tampil apik dan memenangkan sebuah kompetisi game secara online (eSports). Angka yang sangat fantastis bila membayangkan seberapa lamanya orang menempuh pendidikan hingga lulus kuliah, kemudian bekerja dan menerima gaji bulanan saja tetap membutuhkan waktu yang relatif lama hingga memperoleh angka segitu.

Hal tersebut tentu memikat banyak generasi muda 'zaman now' untuk berlomba-lomba memasuki dunia game kompetitif. Menggabungkan kesenangan bermain game dengan hadiah uang, tentu jadi impian semua gamer. Tapi sayangnya, tidak semua gamers bisa menjadi pro gamer yang dapat berlaga di kompetisi internasional dan mampu menafkahi kehidupan sehari-harinya. Banyak hal yang harus dikorbankan serta kerja keras yang (amat) tak mudah untuk mencapainya.

Tidak hanya pendidikan dan kehidupan sosial yang harus kamu korbankan, karena terkadang faktor keluarga juga menjadi penentu bagi para pro gamers dalam meraih mimpi mereka. Mendapatkan uang dengan jumlah yang fantasis hanya dengan bermain game tentu bukanlah hal masuk akal bagi orang tua pada umumnya, yang di zamannya harus bekerja di ladang atau harus berkeringat dan membanting tulang agar bisa hasilkan uang.

Pemikiran ini membuat mayoritas orang tua tidak mendukung sepenuhnya ketika sang anak mengungkapkan komitmen mereka untuk seorang game profesional. Banyak dan beragam hal dilakukan oleh orang tua untuk memastikan anaknya tidak melakukan tindakan yang tidak masuk nalar tersebut. Termasuk beberapa gamer pro di bawah ini yang tidak mendapatkan dukungan dari orang tuanya sewaktu menjalani karir mereka. Siapa saja? Dan apa yang orang tua mereka lakukan untuk mencegahnya? Yuk, kita simak bersama.

  1. Matthew ‘Akaadian’ Higginbotham : League of Legends

Akaadian merupakan Jungler dari tim NA LCS, OpTic Gaming. Orang tuanya, JD Higginbotham, awalnya tidak mendukung dan beberapa kali berusaha menggagalkan upaya sang anak untuk bermain game, salah satunya dengan mencabut colokan PC. Matthew pun kemudian berargumen bahwa PC miliknya merupakan barang pribadi yang ia peroleh hasil keringatnya sendiri. Sang ayah lantas memutuskan koneksi internet di rumahnya.

“Bagaimana dirimu akan menghidupi keluarga ini?” bentak ayahnya kepada Matthew yang masih tergolong usia remaja saat itu. “Aku sudah hampir berusia 60 tahun dan berasal dari zaman di mana kamu harus berkeringat agar dapat menghasilkan uang untuk hidup”.

Namun dengan presetasinya saat ini, JD Higginbotham tidak lagi memarahinya. Pemuda berusia 21 tahun ini baru saja membeli mobil sports Toyota 86 dengan uang yang didapatkannya.

“Dia menghasilkan uang lebih banyak dariku,” ungkap ayahnya yang merupakan akuntan publik bersertifikat. “Dan aku sudah bekerja selama 40 tahun di bidang ini”.

  1. Stefano ‘Verbo’ Disalvo : Overwatch 

Verbo harus mendapatkan ejekan dari publik akibat perlakuan ibunya yang berusaha mempermalukannya saat melakukan live streaming. Selene Meschino berusaha keras untuk mengekang kebiasaan bermain game dari anaknya ini. Hingga suatu hari, dirinya menggantungkan celana dalam sang anak di belakang kamera sebelum Verbo melakukan aktivitas streaming-nya. Pernah juga dirinya menyalakan alarm kebakaran di rumah untuk menariknya keluar.

Namun, tidak ada satu pun yang berhasil membuat anaknya berhenti mengejar impiannya. Bahkan Verbo ambil keputusan berani dengan berhenti kuliah dan total berkiprah dalam eSports. Meski masih berusia 18 tahun, Verbo bergabung di salah satu tim Overwatch League, Los Angeles Valiant, yang mana pendapatan playernya bisa mencapai US$50.000 per tahun, berikut tunjuangan kesehatan dan pensiun.

“Dirinya (Verbo - red) tidak mendapatkan bakat bermain game dariku,” ungkap Selene Meschino, ibu Stefano yang cukup kaget ketika anaknya tiba-tiba meneriakkan kata 'Reinhardt!' (salah satu karakter di Overwatch) saat di Gereja, lebih memalukan lagi bahwa pastor yang memimpin misa saat itu juga bernama sama. 

  1. Peter ‘ppd’ Dager : DOTA 2

Joe Dager, ayah dari ppd, merupakan seorang freelance marketer di Fort Wayne, Ind., yang cukup bingung ketika pertama kali melihat anaknya bermain DOTA 2.

"Saya melihatnya seperti karakter yang saling pukul satu sama lain dengan tongkat,” ungkap Joe Dager, yang dulu pernah membongkar komputer anaknya dan mengambil perangkat penting di dalamnya agar ppd tidak bermain game semalaman.

Saat ini, Peter atau yang lebih akrab dengan julukan ppd, dapat berkeliling dunia untuk bermain game eSports dan menjadi salah satu pro player yang memiliki pendapatan tertinggi. Ayahnya masih membiasakan diri ketika anaknya mulai sering dimintai foto oleh para fans layaknya artis TV terkenal. Bahkan, dirinya masih terkejut sendiri waktu diminta pula untuk berfoto bareng dengan fans anaknya.

  1. Cuyler:  Call of Duty

Paul Garald adalah manajer dari perusahaan aerospace dan berusia 50 tahun. Tindakan yang pernah dia lakukan untuk mencegah anaknya bermain game yakni dengan membawa konsol Xbox anaknya ke tempat kerja ketika anaknya beralasan terlalu sakit untuk berangkat sekolah. Ternyata, si cerdik Cuyler telah mengantisipasinya dengan menyimpan konsol kedua dalam lemarinya.

Walaupun masih berusia 18 tahun, Cuyler remaja memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dan fokus berkompetisi dalam turnamen Call of Duty, serta berhasil mendapatkan hadiah US$200.000 hingga saat ini.

  1. Matthew : Overwatch

Maurizio dan Andrea DeLisi sangat menolak anaknya terjaga pada malam hari dan menghabiskan waktunya bermain game.

“Kami pikir itu hanya menghabiskan waktunya saja,” ungkap ibu dari Matthew yang bekerja sebagai public-safety di Philadelphia. “Mungkin ini adalah hal yang baik jika dirinya bisa mengasah kemampuannya menjadi lebih baik”.

Namun saat ini, mereka membiarkan anak remaja mereka menyelesaikan sekolah mereka melalui kelas onilne sehingga dia tetap bisa bermain Overwatch untuk tim San Francisco Shock ketika umurnya mencapai 18 pada bulan Maret.

Orang tua dari Matthew berpendapat bahwa anaknya bisa masuk universitas nanti atau bahkan menggunakan uangnya dari bermain untuk pendidikannya kemudian hari. Kapan lagi dia mendapatkan kesempatan untuk melakukan hal yang dia sukai dan mendapatkan bayaran dari hal tersebut.

 

Saat ini, estimasi dari penonton pertandingan eSports mencapai 191 juta penonton dan angka ini meningkat 2 kali lipat dari tahun 2012. Pendapatan dari sponsor perusahaan, hak siar media, penjualan tiket diprediksi akan mencapai 1 milyar dollar AS atau setara 13 trilyun rupiah pada tahun 2019 menurut Newzoo BV.

Peningkatan yang singnifikan pada dunia eSports ini mungkin perlu disosialisasikan kepada para orang tua. Mungkin dengan begitu, jumlah orang tua yang memarahi anaknya karena menghabiskan banyak waktu di depan komputer untuk bermain game, jadi lebih sedikit. Bagaimana menurut sobat eSports.id?