Di dunia hiburan digital seperti esports, kaum lelaki masih mendominasi ruang-ruang pekerjaan. Meski begitu, tak ada batasan apalagi larangan bagi perempuan ikut berkiprah di industri ini. Sayangnya, apresiasi terhadap perempuan masih sangat lemah bahkan tak jarang, melecehkan.
Belum lama, salah satu caster wanita yang sedang naik daun mengalami pelecehan digital. Saat bertugas memandu event Indonesia Pride Weekdays Championship tanggal 9 Februari lalu, Mochalatte, nicknamenya mendapat serangan netizen yang mengomentari penampilan busananya dan secara nyata melakukan sindiran body shaming.
Ujaran memalukan tersebut menunjukan betapa kurangnya edukasi dan apresiasi viewer tanah air terhadap orang lain terutama lawan jenis. Jangankan di Indonesia yang cuma negara berkembang, fakta mengejutkan bahkan terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat, Belanda, Denmark dan Swedia. Dalam sebuah survey dari The Guardian mengenai tingkat kekerasan/pelecehan pada perempuan, dari 100 perempuan berapakah angka kekerasan yang terjadi di negara tersebut? Rata-rata sample menjawab sekitar 30-40 orang, padahal angka sebenarnya yang terjadi adalah 80 orang.
Hal ini menunjukan masyarakat cenderung meremehkan atau memandang rendah kasus pelecehan terhadap perempuan. Sementara di Indonesia, negara yang katanya menjunjung tinggi adab sopan santun, dilansir dari nasional.tempo.com, sepanjang 2016 Komnas Perempuan menemukan tindak kekerasan terjadi sebanyak 259.150 kasus, bahkan di 2017 angka tersebut meningkat menjadi 335.062. Artinya setiap bulan hampir terjadi 27.000 lebih kasus pelecehan.
Banyaknya kejadian tak menyenangkan pada perempuan tidak diikuti dengan pelaporan, baik dari orang terdekat maupun korban sendiri. Karena tak jarang si korban malah terkena revictimisasi, atau tudingan kesalahan malah dikembalikan lagi pada si korban. Dalih pembawaan diri dan busana yang korban kenakan biasanya jadi alasan pelaporan ini tidak ditindaklanjuti, malah memperpanjang rasa malu si korban.
Mocha pun pesimis netizen bakal merubah sikapnya dalam waktu dekat. "Sekalipun gue berpakaian sopan dan rapih, pelecehan akan selalu ada."ungkapnya dengan emosi. Apalagi pengaruh dari salah satu youtuber gamer wanita yang terkenal dengan ciri khasnya berpenampilan seksi turut mengotori pikiran netizen, sindir Mocha. Stigma yang menempel bagi viewer lelaki akibat tontonan itu adalah sensualitas dan sensasi lumrah untuk ditunjukan wanita.
Hal senada diungkapkan oleh streamer bersuara imut, Srinfy. Rutin mengunggah konten PUBG untuk penontonnya, ia punya trik khusus agar komentar negatif netizen tak mempengaruhi kinerjanya. "Kalau aku orangnya santai jadi kalau ada komentar negatif, aku sih cuek aja. Seperti kemarin waktu acara IEG (Indonesia Esports Games) dan kebetulan aku ngecast PUBG Mobile. Lucu banget karena banyak komentar negatif tapi aku berusaha ambil positifnya".
Namun ia juga sering membaca komentar untuk membantu mengevaluasi streamingnya, karena menurut wanita berdarah Sunda ini, komentar netizen membantu cara streamnya lebih baik. Tapi bila sedang menjadi caster, ia berusaha menghindari kolom komentar untuk membuatnya tidak terganggu.
Silvia juga punya kisah sama. Rutin stream dan mabar DOTA 2 dengan friend list-nya yang rata-rata lelaki. Silvia kadang jadi sasaran body shaming meski ada di lingkaran teman dekat. Namun semua ia tanggapi santai dengan senyuman. Beruntung keakraban Silvia dengan "partynya" membuat pembatas yang positif sehingga sejauh ini tidak banyak perkataan yang menyinggung Silvia.
Guys, esports ini sudah terlalu gersang. Tak banyak tim profesional yang memiliki roster perempuan untuk didukung. Bila attitude kalian memalukan, bakal semakin sedikit wanita yang ingin eksis dan menunjukan kebolehannya di dunia esports. Berhenti bersikap malu-maluin di media sosial, tunjukan apresiasi kepada para wanita yang membuat dunia esports tanah air lebih indah.
Upcoming Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Ongoing Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Video Pilihan | ||
---|---|---|
|