Esports

Dilema, Hal-hal Ngeselin yang Gamer Temukan Saat Main di Rumah

Billy Rifki
11/05/2020 13:53 WIB
Dilema, Hal-hal Ngeselin yang Gamer Temukan Saat Main di Rumah
Esports.ID

Selama pandemi COVID-19, mayoritas masyarakat punya lebih banyak waktu di rumah. Menghabiskan waktu bersama keluarga dan melakukan aktivitas-aktivitas yang biasanya tidak pernah dilakukan kala situasi normal. Bermain game misalnya, jadi kegiatan favorit bagi gamer karena waktu lengang dan tempat main yang lebih santai bikin betah karantina.

Tapi, ada dilemanya juga loh ketika terlalu lama bermain di rumah. Apalagi buat Sobat Esports yang tinggal bersama orang tua. Berikut adalah beberapa "gangguan" yang bisa gamer temui ketika main game di rumah:


Gambar hanya ilustrasi

- Di Suruh-suruh Saat Push Rank

Kalau sudah di rumah, tak mungkin lagi upaya push rankmu terhambat oleh telepon masuk dari keluarga. Tapi, seakan selalu ada cara bagi orang tua merecoki keasikan kita bermain game. Entah itu tiba-tiba menyuruh belanja atau sekedar mengantar, diminta untuk membersihkan rumah, mencuci piring atau hal-hal lain yang mengganggu konsentrasi bermain kita.

Tentu, kita bisa melaksanakannya seusai permainan. Tapi yang namanya orang tua, apalagi ibu, akan terus memanggil sampai kita benar-benar melakukan tugas yang dimaksud. Kadang, kita jadi merasa berdosa ketika sudah menyelesaikan game, ternyata ibu telah menyelesaikan sendiri kerjaan yang dilimpahkan ke kita. Kalau sudah begini kan jadi dosa, huhuhu...

- Diomelin Karena Keseringan Main Game

Pengalaman ini pasti sering terjadi pada Sobat Esports, terutama yang masih usia sekolah. Karena nongkrong sudah dibatasi, tak ada lagi pilihan selain main game di rumah di tengah pengawasan orang tua.

Seringkali, momen puasa jadi waktu ideal untuk push rank dari subuh sampai tengah hari, lanjut kembali selesai ashar hingga jelang berbuka. Melihat kelakuan kita yang "tidak berkontribusi" tersebut, tak jarang orang tua marah-marah dan berharap kita berkegiatan lebih banyak di rumah. Tentu, diomelin saat nge-game itu sangat mengesalkan. Kita jadi bad mood, dan kadang membuat kita jadi kalah karena kesal sendiri.

Tapi namanya juga orangtua, tentu tidak baik kalau dilawan. Sehingga jadi pelajaran untuk gamer agar mengatur waktu bermain secukupnya saja meski saat ini sedang bulan puasa dan karantina mandiri di rumah.

- Ingin Mabar Tapi Dilarang

Gamer, meski terlihat anti-sosial, nyatanya mereka adalah kaum dengan jiwa solidaritas tinggi. Gamer senang berkumpul dan main bareng agar permainan jadi lebih seru. Tapi himbauan pemerintah untuk isolasi, apalagi pembatasan sosial berskala besar membuat hal itu tak mungkin terjadi dalam waktu dekat.

Kadang, ada gamer yang memaksakan untuk kumpul-kumpul di pos ronda atau warung-warung sederhana demi bertemu sejenak dengan kawan mereka. Meskipun rindu, tapi kalau sedang dilarang sebaiknya tidak dilakukan. Resiko yang masih tinggi dari penyebaran COVID-19 bisa jadi memisahkan kamu dan temanmu dalam waktu lebih lama kalau tidak ditanggapi serius.

- Dicap Sebagai Anak Tak Berguna

Ini mungkin stigmatis paling salah dalam berkeluarga. Memang, anak yang keseringan main game tidaklah menyehatkan secara fisik dan mental, tapi bukan berarti orangtua bisa mencap anak yang suka main game sudah pasti berujung jadui manusia tidak berguna.

Bermain game, tergantung usia anak, bisa memicu perkembangan otak dan motoriknya. Banyak penelitian yang mengimplementasikan video game sebagai salah satu media pembelajaran yang digemarii oleh anak kecil. Untuk kelompok menjelang dewasa pun, bila mereka memaknai sebuah video game online dengan positif, maka ia akan mendapat nilai-nilai baik seperti kerjasama, berkomunikasi dan pantang menyerah.

Sikap tersebut dibutuhkan tak cuma dalam kehidupan sehari-hari tapi bisa juga menolong di sekolah saat menghadapi bullying atau ujian sekolah, juga di dunia kerja ketika dikejar-kerja deadline atau saat menghadap atasan karena telah melakukan kesalahan . Lantas, apakah orangtua jaman sekarang mengajarkan sikap tersebut kepada anaknya? Mungkin, satu-satunya makna ajaran itu hanyalah baca tulis dan berhitung saja dalam kacamata orangtua, tapi mereka menghiraukan pentingnya mengerti pengembangan karakter yang bisa didapat dari bermain game

Kebanyakan gamer pasti pernah merasakan diceletuki orangtua karena kesukaannya bermain game, padahal industri esports saat ini sedang pesat-pesatnya. Sudah banyak pemain dari kota dan daerah yang berhasil jadi atlet berkat kerja keras bermain game. Beberapa dari kita juga bisa ikut menikmati dengan mengambil profesi yang berkaitan dengan industri esports.

Semoga kita semua bisa membuktikan kalau hobi satu ini punya dampak positif dalam hidup kita yah Sobat Esports!