Riset Terbaru! Esports Bisa Bantu Murid yang "Malas" Sekolah

Billy Rifki
19/07/2022 17:00 WIB
Riset Terbaru! Esports Bisa Bantu Murid yang "Malas" Sekolah
edtechmagazine.com

Pandemi Covid-19 mengubah tatanan hidup masyarakat. Semua kalangan terdampak mulai dari sisi sosial sampai ekonomi. Tak terkecuali bidang akademis yang mengharuskan para murid belajar jarak jauh. Kesulitan ini juga terasa oleh tenaga pengajar yang harus mengatur murid mereka secara daring.

Perlahan, pemerintah Indonesia membuka kembali akses perkantoran, pasar dan sekolah, memperbolehkan guru dan murid untuk belajar tatap muka. Namun timbul masalah baru setelah tiga tahun kebiasaan online buat terlena. Banyak siswa yang jadi makin malas ke sekolah yang akhirnya mempengaruhi nilai dan kemampuan akademis mereka. 

Menurut artikel dari COVID Harmed Kids’ Mental Health—And Schools Are Feeling It,” pada November 2021 yang diterbitkan oleh Pew Charitable Trusts, sekolah mendapati tingkat permasalahan pada murid yang meninggi diiringi dengan ketertarikan untuk masuk sekolah yang menurun. Laporan di bulan Maret menunjukan kalau sekitar 1,1 juta tenaga pengajar di Amerika punya setidaknya satu murid yang tak pernah masuk kelas di tahun ajaran 2020-2021. 

Ini menunjukan tantangan dan problema yang kian pelik di dunia akademis dan butuh solusi terkini untuk meningkatkan partisipasi murid. Salah satunya adalah dengan program esports. Program esports di dunia sekolah bukan barang baru di Indonesia. Beberapa instansi telah memulai ekstrakulikuler esports dan membuat turnamen level sekolah.

Namun, program yang terdedikasi bakal meningkatkan minat pelajar lebiht tinggi lagi. Program esports yang dimaksud bukan cuma bermain game dan bercita-cita jadi pro player. Sekolah bisa menyematkan edukasi soal pilihan karir dan skill yang berguna ddi bidang kerja esports.

Misalnya sebagai jurnalis, manajer tim, event organizer sampai modelling dengan tujuan jadi brand ambassador tim esports. Eskul esports juga bisa jadi alternatif bagi murid yang enggan mengikuti eskul konvensional seperti musik, teater, paskibra atau drum band. Artinya, murid yang tadinya malas mengambil eskul bisa saja tergerak kembali ke sekolah karena ada eskul esports.

Guru di K-12 School, Amerika menunjukan siswa yang mengikuti kelas esports mengalami peningkatan soft skills semacam kerjasama tim, sikap yang adil, berpikir startegis dan jiwa kepemimpinan. Para murid juga lebih siap menjawab tantangan profesi esports yang beragam dan biasanya tidak diajarkan di sekolah pada umumnya.

Bagi guru sendiri, program "main game" ini bisa mendekatkan hubungan mereka dengan murid. Apalagi fenomena di Indonesia hampir semua anak sekolah pasti tahu dan menyentuh game dalam kesehariannya. Para pengajar harus mulai mengubah arah pendidikan mereka dari melarang jadi mengarahkan karena benefit dari industri game dan esports jauh lebih positif.

Sayangnya, untuk mencanangkan program esports beserta infrastruktur yang memadai masih sulit diterapkan di sekolah Indonesia. Kebutuhan PC atau perangkat penunjang lainnya akan sulit diadakan tanpa bantuan dari pemerintah. Para siswa juga tak semuanya memiliki device seperti smartphone yang mumpuni atau sekedar kuota internet yang dibutuhkan untuk mengakses game-game online.

Semoga semakin banyak sekolah yang tertarik membuka program esports agar minat belajar siswa semakin tinggi lagi pasca pandemi