Sudahkah Industri Esport Ramah bagi Kaum Hawa?

Mushab Hassan
10/11/2020 12:06 WIB
Sudahkah Industri Esport Ramah bagi Kaum Hawa?
sumber: Fortune.com

Bermain game merupakan sebuah hobi yang cukup banyak digemari masyarakat luas. Puluhan developer games terus berlomba menciptakan game yang asyik untuk dimainkan para penggemarnya. Bahkan, video games yang dulunya hanya dimainkan di mesin arcade dengan mode single-player saja, kini sudah bertransformasi menjadi suatu kompetisi akbar yang memperebutkan ratusan bahkan miliaran rupiah. Ya, itulah industri esports yang memasuki abad ke-21 ini pertumbuhannya terbilang masif dan cepat. Esports makin dikenal seluruh kalangan baik pria, wanita, tua, maupun muda. Namun, bicara soal pecinta esports, sudah sejauh mana industri ini ramah bagi kaum hawa?

Pasalnya, tak sedikit perempuan yang jatuh hati terhadap game. Merujuk data yang dirilis Statista, pada tahun 2020, sebanyak 210 juta masyarakat Amerika merupakan gamers. Dan dari angka tersebut, 41%-nya merupakan kaum hawa. Artinya sekitar 86 juta perempuan aktif memainkan PC maupun console-nya untuk bermain video game. Dari angka tersebut pula muncul berbagai profesi baru seperti streamer, talent, maupun atlet.

sumber: Statista.com

Pada pertengahan tahun lalu, rangkaian laporan pelecehan seksual digemakan oleh para pelaku esports dari seluruh penjuru dunia. Dikutip dari New York Times, lebih dari 70 perempuan mengaku mengalami pelecehan seksual dengan membagikan ceritanya melalui TwitLonger. Sebut saja TobiWan, caster kenamaan Dota 2 tersebut juga terseret atas dugaan pelecehan seksual terhadap seorang cosplayer, Meruna.

Seruan yang dilancangkan dari para streamer dan talent pun memberi pertanda baru bahwa esport nampaknya belum cukup ramah bagi para wanita. Pelecehan demi pelecehan yang terjadi secara tersirat menunjukan problem seksisme yang terjadi dalam industri ini.

Lantas, bagaimana suara dari para gamers perempuan di tanah air? Sudahkah aman untuk memilih jalan esports bagi mereka?

ErikaSu, Youtuber asal Aceh mengaku cukup senang menjadi Youtuber perempuan di Indonesia. Walaupun ujarnya youtuber perempuan masih kalah pamor ketimbang laki-laki di indonesia.

Bisa dibilang gitu sih, kalah pamor (perempuan) sama laki-laki. Karena menurut aku perbandingannya pasti content creator gaming cowo lebih banyak,” singkat Erika melalui pesan audio.

ErikaSu. sumber: Instagram @realerikasu

Shena Septiani, Head of Social Media Marketing BTR Esports dan pegiat esport bagi teman-teman difabel juga mencurahkan keluhannya. Selain minimnya media bagi para gamers perempuan untuk berkiprah, menurutnya pula kesulitan gamers perempuan tak hanya dirasakan pecinta esports tanah air saja, melainkan mancanegara.

Ini merupakan isu internasional, makanya ada women in gaming. Satu komunitas yang melindungi atau mewadahi perempuan dan mengadvokasi salah satunya anti-sexual abuse,” Kata Shena saat dihubungi melalui Messenger.

Bicara soal sexual harrasment di skena esports lokal, Shena membagikan kisahnya dalam video Dilema Esports yang diunggah YouTube Esports.ID. Ujarnya, ia kerap mendapatkan pelecehan di kolom komentar YouTube. Namun, Shena mengaku tak ambil pusing terkait hal ini.

Pernah dibilang jelek, kok jelek sih caster-nya, kenapa bukan si A, si B, ngebanding-bandingin, dibilang tepos, macam-macam lah. Cuman ya mau gimana ya, ngelawan juga cape, jadi menghimbau aja,” aku Shena akan pelecehan yang ia alami.

Sexual harrasment pun didapati Erika melalui komentar video-videonya di YouTube maupun Fanspage Facebooknya. Ia amat menyayangkan tindakan tak terpuji tersebut lantaran menurutnya para pelaku pelecehan tersebut sudah tidak memiliki urat malu. Padahal, Erika yakin sosial media dapat diakses semua orang, termasuk keluarga sang pelaku.

Aku (dilecehkan) bukan lewat DM. Nggak tau kenapa orangnya terang-terangan komen di post aku yang mengarah ke hal-hal yang gitulah, tau kan maksud aku apa. Aku heran, in case keluarga lu liat, emang gak malu gitu ya?” sindir Erika terhadap para pelaku pelecehan seksual.

Lebih ironisnya lagi, kasus pelecehan seksual pernah dilakukan secara terang-terangan oleh caster lokal tempo hari lalu. Caster yang tenar dengan nama BangKule menjadi bahan perbincangan kala membuat jokes yang amat mengobjektifikasi. Sungguh perlakuan yang amat mencoreng industri esports di Indonesia. Tindakannya menyulut emosi dari berbagai tokoh-tokoh esports Indonesia seperti Andrew Tobias, Melondoto, hingga BTR Lea

sumber: Instagram.

Selain pelecehan seksual yang kerap terjadi, perempuan di esports juga harus mendapati perlakuan yang tidak mengenakkan hanya karena postur tubuhnya. Icha “Mochalatte” Annisa baru-baru ini melampiaskan kekecewaannya lantaran diputus kontrak sepihak oleh pihak penyelenggara. Padahal, menurut perempuan yang bekerja sebagai caster tersebut, perjanjian di awal sudah memastikan ia akan mengisi cast hingga turnamen usai. Alasannya cukup konyol, Icha dinilai terlalu kurus sehingga kurang layak menjadi caster.

Icha tentunya kecewa akan pemutusan sepihak tersebut. Ia juga berkata jangan meng-hire caster atas alasan postur tubuh.

Udah dapet kontrak full reguler sampai grand final. Baru jalan satu minggu, tiba-tiba dicut dengan alasan kurang brand image. Kalau mau jualan banget mah hire SPG, jangan caster,” keluh Icha saat dihubungi tim Esports.ID.

Kronologi penolakan Mochalatte selaku caster. sumber: story Instagram @mochalatteid

Selaku rekan perempuan di bidang esports, Erika dan Shena menanggapi kejadian tersebut dengan serius. Menurut Erika, sesuai nama pekerjaannya, seharusnya seorang caster di-hire ­berdasarkan talent-nya, bukan fisik.

Kaget banget, karena namanya juga jadi talent, yang dilihat harusnya talentnya. Kenapa ada orang yang melihat dia terlalu kurus, itu aneh banget. Apa ngaruhnya postur lu sama  kemampuan (casting) lu,” ucap Erika.

Sepakat dengan Erika, Shena juga mengungkapkan pendapatnya akan kasus ini melalui dua pandangan. Pertama menurut pandangannya selaku marketing, ia merasa ada benarnya jika branding yang ingin dibangun tak sevisi dengan apa yang brand tersebut inginkan. Namun, dari kacamata pribadinya selaku perempuan pecinta esports, ia berkata lain.

Aku gak merasa ada yang penting atau berbeda dengan caster manapun. Aku nonton esports aku aware sama brand-nya, aku nonton acaranya tanpa merhatiin ini casternya fisiknya seperti apa,” tambah Shena akan kurang pentingnya faktor fisik para caster.

Sedihnya, memang menjadi talent ataupun Brand Ambassador biasanya lekat dikaitkan dengan stereotip “modal tampang”. Padahal, menurut BA ONIC, ONIC.Kity, ia percaya memiliki personality yang baik jauh lebih dibutuhkan ketimbang fisik yang bagus.

Kasus-kasus terkait sexual harrasment maupun body shaming sepatutnya dapat diredakan atau bahkan dihilangkan dari permukaan. Hanya saja, perlu pekerjaan lebih, terutama dari para influencer untuk bekerja sama mengedukasi para penikmat esports di tanah air. Icha pun menganggap attitude merupakan hal utama yang perlu diperhatikan bagi para pegiat esports. Ia percaya bertata-krama dengan baik harus ditanamkan agar lingkungan online guyub dan menyenangkan.

Sumber: Instagram @mochalatteid

Masalah bisa kita kurangi. Kita sebagai orang yang punya followers, content creator, youtuber, maupun influencer, kita bisa ngasih tau follower kita bahwa beretika yang baik itu sangat penting. Kalau semua influencer melakukan itu, gue yakin makin banyak orang teredukasi untuk gak body shaming dan sexual harras ke orang lain,” tutur Erika akan upaya penanggulangan body shaming dan sexual harrasment.

Senada dengan Erika, Shena pun mengungkapkan urgensi advokasi terkait kekerasan seksual terhadap gamers perempuan. Ia bahkan menyarankan para korban untuk membawa serius kasus-kasus kekerasan seksual dan memprosesnya di jalur hukum guna memberi efek jera.

Pesan untuk pembaca Esports.ID, nggak susah untuk menikmati esports, kita gak perlu body shaming atau buli. Sebagai fans, kita nggak sulit kok menikmati esports. Asal tim atau game kesayangan kita, pasti nonton,” tutup Shena.

Jonathan Liandi, content creator lokal juga sempat membahas sexual harrasment dalam #EMPETALK-nya bersama Angelica, Brand Ambassador EVOS. Konten tersebut sekiranya merupakan apa yang Erika dan Shena harapkan terkait peran influencer akan edukasi khalayak.

Dunia esports kaum hawa memang rentan akan pelecehan seksual dan kasus bodyshaming. Namun, ketika kita tengok sisi sebaliknya, banyak juga kaum hawa yang berperan penting dalam membangun industri esports menjadi lebih besar lagi.

Alodia Gosiengfiao misalnya. Cosplayer dan gamer asal Filipina ini mendirikan One Tier Entertainment bersama veteran atlet esport, Tryke Gutierrez. Dilansir dari websitenya, agensi talent ini bertujuan untuk merevolusi lanskap esports di Asia Tenggara. Selain Alodia dan Tryke sendiri, One Tier Entertainment sudah menjalin kerjasama dengan streamer kenamaan asal Filipina Bianca Yao serta salah satu tim terbesar di Asia Tenggara, TNC Pre dator.

sumber: Twitter @sliceofbiancake

Di tanah air, kehadiran perempuan dalam esport dapat merujuk pada peran Shinta ‘BuBu’ Dhanuwardoyo. Bersama BUBU, ia telah menyelenggarakan BUBU Esports Tournament 2019 dan BUBU Live Stream Aid 2020. Di usianya yang ke-50 tahun, Shinta aktif memberikan kontribusinya melalui turnamen maupun charity untuk menyokong bidang esports di Indonesia.

Bukan tak mungkin jika nantinya skena kompetitif perempuan akan semeriah skena esports kaum adam. Untuk merealisasikan impian tersebut, kita perlu berangkat dari apa yang Shena bilang, yakni nikmati esports, sangat mudah untuk dinikmati cukup dengan modal cinta terhadap tim maupun game-nya.

Selain menikmati secara sehat, peran jajaran influencer pun dirasa penting untuk membangun kultur esports bagi kaum hawa yang ideal. Atribusi influencer perlu digunakan semaksimal mungkin untuk mengadvokasi pentingnya melawan sexual harrasment maupun body shaming.

Pada akhirnya, esports harusnya dapat diminati segala kalangan, tanpa paksaan maupun ketakutan. Dari sekian problema yang menghadang kaum perempuan, perlu edukasi ekstra demi memupuk kesadaran. Karena itu, mari kita bersama-sama membangun ekosistem esports Indonesia yang ramah dan indah bagi perempuan.