Di tahun 2019, PUBG tampak mendapat banyak sorotan negatif di masyarakat karena dianggap menjadi sumber penyebab dari problema sosial. Mulai dari masalah akademis dan perilaku buruk anak-anak remaja, merusak rumah tangga, hingga dituduh sebagai gim yang digunakan untuk salurkan jiwa terorisme pada para pemainnya.
Ketakutan ini memuncak saat aksi kekerasan terjadi di Selandia Baru. Mulai dari pemerintah India yang akhirnya memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara pada beberapa distrik. Sementara di Indonesia, gim ini segera mendapat sorotan pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dipelajari lebih lanjut apakah perlu diturunkan fatwa haram untuk gim yang mengandung unsur kekerasan.
Berlanjut ke Nepal dan Irak, PUBG dan beberapa gim yang mengandung unsur kekerasan telah diblokir, baik itu terkait akses bermain maupun transaksi dalam gim. Per tanggal 11 April kemarin, seluruh jaringan telekomunikasi dan internet service provider telah diminta untuk memblokir akses ke server PUBG.
Sedangkan di Irak, pemblokiran terhadap PUBG dan Fortnite dilakukan setelah voting di parlemen yang menyimpulkan bahwa gim-gim tersebut memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, budaya, hingga keamanan sosial, serta ancaman moral bagi anak-anak remaja.
Apakah pemblokiran ini diterima begitu saja oleh masyarakat? Tentu saja banyak pro dan kontra terhadap keputusan ini, mengingat salah satu unsur yang melekat erat di PUBG adalah esports, dan unsur ini dapat dikatakan positif dan terlepas dari segala problema sosial yang konon diakibatkan oleh gim ini.
Poin plus tentang unsur esports dalam PUBG menjadi sorotan penting saat pembahasan penetapan fatwa haram oleh MUI terhadap gim ini di Indonesia. Bagaimana kita menyerap dan memaknai sebuah konten yang disajikan sangat bergantung pada diri kita sendiri. Tentu saja ada peran pemerintah dan berbagai pihak untuk membantu dalam hal pemantauan serta menjamin bahwa gim tersebut menghadirkan lebih banyak dampak positif ketimbang sebaliknya.
Lalu bagaimana dengan poin kebebasan berekspresi sesuai dengan judul artikel ini? Beberapa dari kamu pasti mengetahui bahwa kebebasan untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Salah satu contohnya adalah kebebasan pers di mana media bisa memberitakan tentang kebenaran dari sebuah peristiwa tanpa mendapat tekanan dari pihak tertentu. Tentunya, kebebasan ini harus didasari dengan fakta dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan yah!
Kaitan antara pemblokiran PUBG dengan kebebasan berekspresi diungkapan secara langsung oleh salah satu hakim Mahkamah Agung di Nepal. Hakim Ishwar Prasad Khatiwada yang menyoroti masalah pemblokiran PUBG di Nepal menandaskan hasil observasi olehnya bahwa gim ini tidak lebih dari sebagai sarana hiburan individu.
Maka dari itu, keputusan pemblokiran PUBG di Nepal harus dipertimbangkan lagi. Pengadilan Nepal melihat PUBG tidak lebih dari sebuah gim yang digunakan oleh masyarakat sebagai hiburan, dan kebebasan untuk berkespresi telah dijamin dalam sistem negara demokrasi di Nepal. Maka sangat penting untuk membuktikan bahwa pemblokiran yang dilakukan tersebut adil dan tidak melanggar kebebasan pribadi itu sendiri.
Meskipun banyak orang tua yang tampak setuju dengan keputusan pemblokiran ini, namun dampak yang terjadi akan lebih luas jika hal ini dibiarkan begitu saja. Ke depannya, semoga batasan terhadap gim sebagai sebuah sarana hiburan individu dan gim yang berdampak pada perilaku serta dianggap menyebarkan ajaran negatif akan semakin pudar.
Bermain gim dengan bijak dan penuh kesadaran adalah kewajiban dari setiap individu. Terlepas dari pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak berwenang tentang pembatasan konten atau peraturan lainnya, tentu akan lebih baik jika kita sendiri bisa memilah dan mengetahui apa yang baik dan buruk bagi diri kita. Setuju sobat esports?
Upcoming Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Ongoing Tournament | Lihat Semua > | |
---|---|---|
Belum ada event
|
Video Pilihan | ||
---|---|---|
|